Selasa, 11 Desember 2007

Kontroversi Aliran Sesat.

Maraknya Aliran Sesat telah Mengundang Perhatian umat, atau paling tidak para pemikir di dunia Islam. Berikut adalah salah satu tulisan yang memberi tanggapan atas pemikiran tokoh Islam yang dianggap liberal.Permasalahannya adalah apakah diskusi atau klaim tentang sesat atau yang diaanggap sesat itu sendiri, merupakan manifestasi dari kesadaran ilahiah atau tidak lebih seperti dalam bahasa Munir mulkan sebagai manifestasi dari "Materialisai Kesadaran ilahiah"?????? Baca Dengan semangat Mencari Kebenaran Bukan Mencari Pembenaran M. Anwar Djaelani Ulama dan Relativisme Kaum Liberal Oleh M. Anwar Djaelani * "JIMAT" yang kerap dijadikan amunisi kaum liberal –antara lain- adalah pluralisme, liberalisme, persamaan tanpa batas, antiotoritas, dan relativisme. Maka, menyusul maraknya diskusi di seputar aliran sesat, terlihat bahwa dua "jimat" yang disebut terakhir itu, yang paling banyak dipakai kaum liberal saat membela kelompok semisal Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Lihat –misalnya- dua tulisan di Jawa Pos. Pada 14/11/07 Mohamad Guntur Romli menulis "Sesatnya Kriteria Sesat". Pada dasarnya, dia menyatakan bahwa kriteria penyesatan versi Majelis Ulama Indonesia (MUI) harus ditolak, sebab semua orang atau kelompok memiliki derajat yang sama ketika berusaha memahami wahyu. Itupun –kata dia- hakikat kebenarannya baru sampai pada tahap "kebenaran manusiawi" dan bukan "kebenarann Ilahi". Untuk itu, dia bersandar pada hadits bahwa "Perbedaan (pendapat) umatku adalah rahmat". Bisakah hadits itu dijadikan sandaran hujjah? Prof. KH Ali Mustafa Yaqub, MA lewat buku berjudul Hadits-Hadits Bermasalah menilai bahwa hadits itu tak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan –oleh karena itu- tidak dapat dijadikan dalil sama sekali. Siapa Ali Mustafa Yaqub? Sekarang, dia salah seorang dari sedikit ahli hadits di Indonesia. Dulu, awal 1970-an- dia mahasiswa Universitas Hasyim Asy'ari, Tebuireng. Dia santri Gus Dur, saat di Jombang. Sebagai tambahan, jika ada yang menilai bahwa kasus Al-Qiyadah Al-Islamiyah tak lebih sekadar perbedaan pendapat saja, maka mengherankan sekali karena kesalahan kelompok itu telah begitu terang. Dari segi nama kelompok, mereka dapat dipastikan tetap beragama Islam. Tetapi, lihatlah syahadatnya! "Asyhadu alla ilaha illa-Alla wa asyhadu anna Masih al-Mau'ud Rasul-Allah." Mereka pun menyatakan shalat dan puasa tak wajib dikerjakam. Maka, pertanyaannya, benarkah ajaran itu sekadar perbedaan pendapat? Itukah contoh dari "kebenaran manusiawi" yang harus kita hormati? Lalu lewat tulisan di Jawa pos, 9/11/07 berjudul "Relativitas Kesesatan Aliran Sesat", Pradana Boy ZTF (dosen Fakultas Ilmu Agama Universitas Muhammadiyah Malang) juga membela aliran sesat dengan merelatifkan fatwa MUI. Dia menggugat -untuk tak menyebut menghujat- ulama, dengan menyatakan bahwa fatwa itu memiliki potensi "pemaksaan" kebenaran yang sangat tinggi. Hal itu, dikaitkannya dengan pendapat MUI bahwa salah satu kriteria aliran sesat adalah "ketika menafsirkan Al-Qur'an di luar ketentuan kaidah-kaidah tafsir yang berlaku". Boy mendasarkan pemikirannya atas paham relativisme (tafsir), salah satu "jimat" kaum liberal. Tampak, dia berusaha untuk menghilangkan otoritas ulama dalam penafsiran Al-Qur'an. Perhatikanlah pernyataan dia: "Jika MUI merujuk kepada seperangkat kaidah yang dihasilkan oleh ulama tertentu, MUI telah melakukan kesewenang-wenangan. Seolah-olah MUI memiliki hak paling mutlak untuk menentukan metode ini benar dan metode ini salah". Boy menyergah, kaidah tafsir menurut siapa? Boy menyoal, model pendekatan versi siapa? Bukankah –lanjut dia- ahli tafsir itu banyak, seraya menyebut sejumlah "mufassir" liberal seperti Nasr Hamid Abu Zayd, Arkoun, Hassan Hanafi, dan sejumlah nama lain yang "sejenis" dengan itu. Bahkan, yang luar biasa, tanpa ragu dia ajak pula agar kita membandingkan dengan "tafsir" dari kalangan nonMuslim seperti Anthony John, John Wansbrough, atau Andrew Rippin. Siapa Nasr Hamid Abu Zayd? Atas sejumlah pendapat kontroversialnya, Nasr Hamid Abu Zayd dinilai ulama Mesir bahwa dia telah keluar dari Islam. Maka, ulama Mesir-pun menetapkan dia harus diseret ke pengadilan dan diharuskan bercerai dengan istrinya. Dia kemudian melarikan diri ke Belanda. Siapa John Wansbrough?Lantas, siapa Andrew Rippin? Read More www.mail-archive.com